Senin, 13 Oktober 2008

Pengaruh Disiplin Terhadap Efektivitas Kerja Pegawai

Latar belakang

Hakekat hidup manusia adalah berusaha untuk memehuhi kebutuhannya dan kalau mungkin mencapai tingkat kepuasan tertentu. Keterbatasan benda-benda yang dipakai sebagai alat pemuas disamping keterbatasan kemampuan manusia dalam berusaha telah menyebabkan manusia harus mengadakan kerjasama dengan manusia lainnya.
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia senantiasa membutuhkan bantuan atau kerja sama dengan orang lain baik secara langsung yang lazimnya diwujudkan melalui keterbatasannya dalam berbagai organisasi menunjukan bahwa kebutuhan yang ingin dipenuhi manusia sangat kompleks sehingga tidak terpenuhi hanya melalui keterlibatan tunggal dalam suatu organisasi.
Setiap organisasi yang ingin berhasil mencapai tujuan memerlukan tenaga-tenaga yang memiliki ketrampilan dan kemampuan dalam hal bekerja dengan sesuatu melaui orang lain. Mengingat manusia merupakan unsur terpenting dalam suatu organisasi, bahkan faktor manusia dapat merupakan faktor modal terpenting bagi organisasi, sabaliknya dapat terjadi bahwa manusia juga menjadi faktor utama kearah tercapainya tujuan yang telah ditentukan.
Untuk itu pimpinan organisasi dituntut untuk memenuhi keberadaan bawahannya. Karena perilaku yang akan diwujudkan cenderung diwarnai oleh hakekat tujuan yang dicapai meskipun pada dasarnya yang bersangkutan tidak menyadari adanya ikatan antara tujuan organisasi yang di tuntut dari padanya.
Perwujudan perilaku seseorang dalam organisasi biasanya berupa tindakan-tindakan yang mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya dalam menjalankan tugas yang diembannya.
Dalam kaitan ini, faktor disiplin dipandang sebagai suatu aspek yang penting karena melalui disiplin ini dapat diciptakan kesadaran dari setiap pribadi setiap anggota organisasi terhadap eksistensinya serta konstribusi yang dituntut dari padanya dalam rangka mencapai tujuan organisasi dan pribadinya.
Yang dimaksud dengan disiplin dalam tulisan ini adalah usaha yang dilakukan untuk menciptakan keadaan disuatu lingkungan kerja yang tertib, berdaya guna dan berhasil guna melalui suatu sistim pengaturan yang telah ada atau dengan kata lain disiplin adalah ketaatan terhadap peraturan, sifat taat terhadap peraturan memang menjadi dasar dari disiplin tidak perduli baik atau tidak peraturan itu.
Sehubungan dengan uraian tersebut diatas, maka usaha-usaha pemerintah untuk membina disiplin pegawai negeri sipil cukup banyak cara dan ragamnya, sebanyak aturan-aturan yang menyangkut pegawai negeri sipil itu sendiri. Oleh karena landasan disiplin aturan yang ada, maka usaha pertama-tama yang dilakukan adalah membina moral pegawai negeri sipil pada saat diangkat sebagai pegawai dengan jalan mengucapkan sumpah atau janji. Hal ini ditetapkan dalam peraturan pemerintah NO. 21 Tahun 1975 sebagai pelaksana pasal 28 ayat 1 dan undang-undang No. 8 Tahun 1974.
Ikatan moral menegaskan bahwa disiplin memang merupakan suatu usaha yang sangat manusiawi oleh karena diawali dengan menyentuh hati nurani guna mencapai kesadaran yang tinggi, penuh dengan pengertian. Akan tetapi ikatan disiplin secara moral itu dalam beberapa hal sebelum mencapai tujuan, menegakkan disiplin bagi sebagian pegawai negeri sipil oleh karena itu guna melengkapi usaha-usaha secara moralitas itu, perlu dikeluarkan aturan secara rasional formal disertai sanksi hukuman bagi mereka yang melalaikan atau melanggar.
Aturan disiplin pegawai negeri sipil secara lengkap telah dituangkan dalam peraturan pemerintah Nomor. 30 Tahun 1980 sebagai pelaksana atas undang-undang Nomor 8 Tahun 1974.
Uraian-uraian tersebut diatas, apabila dikaitkan dengan kondisi yang terjadi pada kantor UPT. Loka Konservasi Biota Laut Bitung berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh gambaran sebagai berikut :
1. Penyelesaian pekerjaan sering tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan.
2. Kurangnya tenaga ahli dibidangnya sehingga efektifitas pekerjaan sering terlambat.
3. Rendahnya mutu dari hasil pekerjaan.
4. Penyampaian informasi dari bawahannya kepada atasan seringkali terlambat terkadang kurang jelas.
Meskipun banyak faktor yang turut berpengaruh terhadap efektifitas pelaksanaan tugasa pegawai namun salah satu faktor yang diduga memberikan pengaruh cukup besar adalah disiplin kerja pegawai. Karena itu masalah ini menarik perhatian penulis untuk diteliti lebih lanjut dan akan dituangkan dalam sebuah skripsi dengan judul “Pengaruh Disiplin Kerja Pegawai Terhadap Efektivitas Pelaksanaan Tugas"

Pengertian Disiplin Kerja

Disiplin artinya suatu sikap yang mencerminkan ketaatan dan ketepatan terhadap suatu aturan. Disiplin adalah ketaatan yang sifatnya in-personal, tidak memakai perasaan dan tidak memakai perhitungan pamrih atau kadang sarana untuk mempertahankan adanya suatu eksistensi dari pada suatu organisasi. Setiap organisasi yang ingin berhasil mencapai tujuan memerlukan tenaga-tenaga inti yang memiliki keterampilan dan kemampuan dalam hal bekerja dengan sesuatu melalui orang lain. Mengingat manusia merupakan unsur terpenting dalam suatu organisasi, bahkan faktor manusia dapat merupakan faktor perangsang kearah tercapainya tujuan organisasi secara efisien dan ekonomis. Dalam hal yang demikian maka, manusia merupakan modal terpenting bagi organisasi, sebaliknya dapat terjadi bahwa manusia juga menjadi faktor utama kearah tercapainya tujuan yang telah ditentukan. Untuk itu pimpinan organisasi dituntut untuk memenuhi keberadaan bawahannya karena perilau yang akan diwujudkan cenderung diwarnai hakekat tujuan yang dicapai meskipun pada dasarnya yang bersangkutan tidak selalu menyadari adanya ikatan antara tujuan organisasi yang dituntut dari padanya.
Perwujudan prilaku seseorang dalam organisasi biasanya berupa tindakan-tindakan yang mempengaruhi sikap dan tingkah lakunya dalam menjalankan tugas yang diembannya.
Dalam kaitan ini, faktor disiplin dipandang sebagai suatu aspek yang penting karena melalui disiplin ini dapat diciptakan kesadaran dari setiap pribadi setiap anggota organisasi terhadap eksistensinya serta kontribusi yang dituntut dari padanya dalam rangka mencapai tujuan organisasi dan pribadinya.
Yang dimaksud dengan disiplin dalam tulisan ini adalah usaha yang dilakukan untuk menciptakan keadaan disuatu lingkungan kerja yang tertib, berdaya guna dan berhasil guna melaui suatu sistem pengaturan yang tepat. Atau dengan kata lain disiplin adalah ketaatan terhadap peraturan. Sifat taat terhadap peraturan memang menjadi dasar dari disiplin tidak perduli baik tidaknya aturan itu.
Sehubungan uraian tersebut diatas, maka usaha-usaha pemerintah untuk membina disiplin pegawai negeri sipil cukup banyak cara dan ragamnya sebanyak aturan-aturan yang menyangkut pegawai negeri sipil itu sendiri oleh karena landasan disiplin aturan yang ada. Usaha yang pertama-tama dilakukan adalah mengingat secara moral pegawai negeri sipil pada saat seseorang diangkat sebagai pegawai dengan jalan mengucapkan sumpah atau janji. Hal ini ditetapkan dalam aturan pemerintah No. 21 tahun 1975, sebagai pelaksanaan pasal 26 ayat (1) dan undang-undang No 8 tahun 1974.
Ikatan moral untuk menegakkan disiplin memang merupakan suatu usaha yang sangat manusiawi oleh karena memulainya dengan menyentuh hati nurani guna mencapai kesadaran yang tinggi penuh dengan pengertian. Akan tetapi ikatan disiplin secara moral dalam beberapa hal sebelum dapat mencapai tujuan menegakkan disiplin bagi sebagian pegawai negeri sipil, oleh karena itu guna melengkapi usaha-usaha secara moralitas itu, dilakukan aturan secara rasional formal disertai sanksi hukuman bagi mereka yang melakukan atau melanggar.
Ini berarti bahwa apabila suatu kerjasama tetap ditetapkan yang diikuti dengan pembagian kerja, kewenangan dan tanggung jawab, maka kerjasama haruslah berjalan sesuai dengan pembagian itu, tanpa campur tangan pihak lain. Masing-masing anggota memegang teguh peraturan permainan yang telah ditetapkan, tanpa meninggalkan kesadaran bahwa mereka masing-masing adalah hanya sebagian saja dari suatu sistem. Dengan adanya disiplin, maka dapat dijaga mekanisme kerja yang lancar, karena adanya disiplin aparat-aparat yang ada tanpa campur tangan yang satu dengan lain.
Memang dalam kerja sama sekelompok faktor manusia sering menganggu disiplin sehingga timbulnya konflik. Kalau sudah demikian maka kerja sama itu akan rusak, dan kelompok tidak dapat bertahan. Dengan segala upaya haruslah diusahakan teguhnya disiplin dalam kelompok untuk keberhasilan kelompok itu.
Sejalan dengan pendapat S. Prajudi Admosudirjo, juga sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Gorden S. Watkints, mengenai disiplin ialah dalam pengertian yang utuh menunjukkan suatu keadaan atau sikap pada pegawai yang berkenan dengan aturan dan peraturan perusahaan.
Dengan demikian maka jelas apa dan bagaimana disiplin itu dalam organisasi secara keseluruhan. Disiplin adalah ketaatan terhadap peraturan, sifat taat terhadap aturan memang menjadi dasar dari disiplin. Oleh karena itu sering orang menjuluki “Disiplin Mati” terhadap seseorang yang demikian taat terhadap suatu aturan atau perintah itu berakibat baik atau sebaliknya.
Memang itulah yang disebut berdisiplin. Disiplin tidak ada kaitannya dengan yang lain daripada yang dicapai oleh suatu aturan. Memang orang perlu mengetahui dengan jelas suatu aturan dimana ia terlibat didalamnya agar supaya melakukan peraturan itu, dengan sifat disiplin, sadar atas apa yang dilakukannya. Dengan kesadaran dalam menjalankan aturan itu, maka ketaatan itu tidaklah merupakan “Disiplin Mati” melainkan suatu disiplin dengan kesadaran jadi “Disiplin Mati” sesungguhnya lebih ditunjukkan terhadap ketaatan yang tidak disertai dengan kesadaran, bukan kepada sifat disiplinnya itu sendiri.
Kesadaran jelas merupakan factor utama, sedangkan keteladanan dan ketaatan pengaturan merupakan penyerta dan penguat terhadap factor utama tersebut. Teladan dan ketaatan pegaturan tidak akan mampu bertahan tanpa dilandasi olehkesadaran. Sebaliknya jika sudah adad kesadaran, maka keteladanan dan ketaatan pengaturan akan memperkuat sikap disiplin seseorang.
Kesadaran jelas merupakan faktor utama, sedangkan keteladanan dan ketaatan pengaturan merupakan penyerta dan penguat terhadap faktor utama tersebut. Teladan dan ketaatan pengaturan tidak akan mampu bertahan tanpa dilandasi oleh kesadararan. Sebaliknya jika sudah ada kesadaran, maka keteladanan dan ketaatan pengaturan akan memperkuat sikap disiplin seseorang.
Faktor keteladanan mendahului faktor ketaatan pengaturan. Sebab meskipun ada ketaatan pengaturan tetapi tanpa ada keteladan, jelas itupun tidak akan bertahan terhadap waktu. Sebaliknya akan terjadi keteladanan yang berjalan secara terus menerus akan membawa pada sikap dan kebiasaan berdiplin dan bersamaan dengan itu makin mengurangi faktor pelaksanaan berdasarkan aturan semata-mata. Jadi dalam hal disiplin faktor keladanan dan ketaatan peraturan adalah mengutamakan dari system pendekatan secara psykologis dan pendekatan secara formal.
Pendekatan secara formal material memang perlu, setelah lebih dahulu dilakukan pendekatan psykologis, pemberian contoh teladan, pemberian nasehat dan usaha sejenis itu, kemudian ternyata tidak dapat berubah sikap sehingga berdisiplin maka berubah sikap sehingga berdisiplin maka berubah kepada yang bersangkutan diperlukan aturan organisasi sampai pada terakhir ialah pemberhentian ( A.S. Moenir, 1987 : 183)
Selanjutnya bagaimana mewujudkan didiplin yang baik dalam suatu organisasi, oleh Odway Tead dijelaskan bahwa : Disiplin yang baik dapat diwujudkan dan dijamin melalui peraturan yang :
1. Sedapat mungkin terperinci dan terpisah
2. Cukup singkat dan sederhana
3. Sedapat mungkin jelas hubungan dangan adannya sanksi atau hukum
Peraturan-peraturan seyogyanya dapat diketahui secara luas oleh pegawai melalui buku pedoman, surat edaran yang sudah ditempel pada papan pengumaman dan menjelaskan secara lisan kepada pegawai-pegawai baru dan cara-cara lain yang sejenisnya. (Odway Tead, dan A.S. Moenir, 1987:183)
Jenis Disiplin yang kedua adalah disiplin terhadap peraturan. Disiplin ini mengharuskan orang mengikuti dengan ketat perbuatan atau langkah tertentu dalam perbuatan agar dapat mencapai atau menghasilkan sesuai standar. Keharusan harus diikuti dengan ketat langkah atau perbuatan, oleh karena langkah atau perbuatan menentukan berhasil tidaknya sesuatu itu.
Langkah atau perbuatan yang ada dibidang cara atau tata cara kerja sedang teknik operasioanal disebut metode ( A.S. Moenir, 1987:184)
Prosedur menurut George R. Terry ialah Urutan langkah pekerjaan ketrampilan yang berkaitan satu sama lain dilakukan lebih dari satu orang pekerja yang membentuk cara-cara pencapaian tujuan secara bertahap dari sesuatu kegiatan ( A.S. Moenir, 487:184).
Perlu diketahui bahwa prosedur itu dapat mempunyai efek hukum yaitu menentukan tidaknya suatu perbuatan dari seseorang. Oleh karena itu jika seseorang ingin agar langkah dan perbuatannya adalah sah maka ia wajib mengikuti prosedur, dengan kata lain ia harus disiplin terhadap prosedur.
Dibidang teknik operasional metode menentukan hasil perbuatan. Kesalahan dalam pemakaian metode dapat mengakibatkan hasil perbuatan tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan atau dengan kata lain terjadi kegagalan. Di lapangan pekerjaan yang bersifat teknis selalu dan pasti ada metode yang sudah ditetapkan. Disiplin dalam mengikuti metode merupakan keharusan dalam pekerjaan operasional. Mengenai metode ini George R. Terry memberikan pembatasan sebagai berikut : “ Istilah metode menunjukkan sesuatu cara pelaksanaan pekerjaaan dari suatu tugas yang terdiri atas satu atau lebih kegiatan ketrampilan oleh seseorang pegawai ( A.S. Moenirr, 198:185). Adapun hubungan antara prosedur dan metode, dijelaskan oleh R. Terry bahwa serangkaian metode yang dihimpun (cumulative dan terpadu) menjadi prosedur ( A.S. Moenir, 198:185).
Untuk itulah dalam memahami disiplin harus dalam konteks bahwa disiplin adalah sesuatu yang berkembang. Disiplin tidak datang begitu saja ia tumbuh dan ditumbuhkan, dikembangkan, dimatangkan dan dipelihara. Untuk itu dibutuhkan wadah dan sarana yang tepat. Disiplin dapat diberi arti yang beragam namun sering dikacaukan dengan sanksi atau hukum. Sehingga orang terkena hukuman sering disebut dengan dikenakan tindakan disiplin atau disiplinkan. Jadi disiplin ialah cara masyarakat mendidik perilaku dan moral yang dapat diterima ( Zarfiel Tafah, 1990 :13).
Jadi jelasnya disiplin perlu ditumbuhkan harus dalam wadah dan sarana serta harus ada tokoh tertentu. Karena itu mencapai suatu tujuan maka tokoh, wadah saran tersebut sangat berperan aktif bila perlu diadakan suatu tindakan disiplinisasi. Tokoh wadah dan saran yang dimaksud disini adalah sudah tentu ulama untuk wadah yang agamais sifatnya. Guru untuk mendidik pendidikan, tokoh masyarakat untuk masyarakatnya, orang tua mendidik anak dalam lingkungan keluarganya, termasuk unsur pimpinan di kantor dalam upaya melaksanakan salah satu fungsi manajemen di dalam meningkatkan disiplin kerja pegawai sebagai salah satu langkah yang tepat untuk mencapai tujuan organisasi.
Dalam kaitannya dengan tindakan disiplin dalam suatu organisasi. Hani Handoko (1985:154) mengatakan bahwa disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasi.
Salah bentuk dari kewajiban manusia sebagai anggota organisasi adalah ketaatan terhadap aturan-aturan, serta prosedur yang berlaku didalam organisasi secara umum ketaatan inilah yang disebut disiplin. Menurut Henry Fayol, ( 1999:38) memberi pengertian atau batasan disiplin sebagai berikut :
Disiplin adalah hakekatnya kesatuan, ketekunan, kegiatan, sikap, kelakuan, sikap hormat yang tampak sesuai dengan tata aturan yang telah disepakati antara organisasi dan pegawai-pegawainya (warga negaranya). Apakah tata aturan itu hasil perdebatan secara bebas ataukah diperlukan tanpa didiskusikan terlebih dahulu, apakah hasil perjanjian antara pihak-pihak yang bersangkutan atau dari undang-undang dan atau dari kebiasaan-kebiasaan pokok tata aturan itulah yang memberikan corak kepada disiplin itu.
Oleh karena itu disiplin merupakan hasil dari tata aturan yang berbeda-beda dan beragam maka dengan sendirinya wujudnya juga nampak dengan aspek yang berbeda-beda sekali. Kewajiban-kewajiban, ketekunan, ketaatan dan sikap kelakuan dalam praktek berbeda-beda dari organisasi yang satu dengan yang lainnya dalam suatu badan organisasi yang sama dari daerah yang satu dengan yang lainnya dari masa ke masa yang lain. Namun pendapat umum berkeyakinan secara mendalam bahwa disiplin itu mutlak untuk membuat sesuatu atau segala urusan berjalan dengan lancar, bahwa tak satupun badan organisasi (badan usaha) yang dapat berkembang subur tanpa adanya disiplin.
Pariata Westra, (1997:97) berpendapat bahwa disiplin adalah suatu keadaan tertib dimana orang-orang yang tergabung dalam organisasi tunduk pada aturan-aturan yang telah ada dengan rasa senang hati.
Berhubungan dengan disiplin kerja, maka manusia dalam organisasi merupakan faktor penting yang perlu mendapat perhatian dalam rangka menggerakkan roda organisasi untuk mencapai tujuan. Selanjutnya disiplin kerja oleh para ahli diberi batasan atau pengertian sebagai berikut :
Menurut Bejo Siswanto, (1997:287) disiplin kerja dapat diartikan sebagai :
Suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku baik tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengalah untuk menerima sanksi-sanksi apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.
2. Unsur-unsur Disiplin Kerja
Hurlock, dalam Zarfeil Tafal (1996:12), menggaris bawahi suatu unsur- disiplin kerja adalah :
1. Aturan
2. Sangsi atau hukuman
3. Imbalan
4. Kekonsisten
5. Kesepakatan
Sama dengan apa yang digariskan oleh Hurlock, pendapat lain menyatakan upaya menegakkan disiplin dapat ditempuh dengan cara seperti :
1. Meningkatkan kesejahteraan.
2. Memberi ancaman hukuman yang mendidik
3. Melaksanakan hukuman secara tegas serta adil.
Pendapat di atas lebih ditegaskan oleh Alex S. Nitisemito, (1992:204) khusus mengenai sanksi atau hukuman dikatakan bahwa :
a. Dalam rangka menegakkan kedisiplinan perlu adanya ancaman, meskipun
demikian ancaman yang diberikan tidak bertujuan menghukum, tetapi lebih bertujuan untuk mendidik mereka supaya bertingkah laku sesuai dengan yang diinginkan.
b. Kita jangan sampai memberikan suatu pelanggaran yang kita ketahui tanpa suatu tindakan atau memberikan pelanggaran tersebut terjadi berlarut-larut tanpa tindakan yang jelas.
c. Ketidak tegasan terhadap pelanggaran seakan-akan merupakan suatu pengumuman dari pimpinan bahwa peraturan yang mencantumkan ancaman hukuman untuk sesuatu pelanggran sudah dicabut.
Belum adanya atau kesepakatan yang jelas tentang teknis dan strategis yang dapat menjamin terpenuhi disiplin kerja yang tinggi setiap tenaga kerja dalam setiap organisasi apapun bentuk organisasi tersebut, hal ini disebabkan :
Karena setiap tenaga kerja mempunyai banyak motif dan hampir tak ada satu orang tenaga kerjapun yang mempunyai motif yang sama seperti halnya yang dimiliki tenaga kerja lain. Hal ini berarti pada kenyataannya tidak ada motifpun akan menentukan bagaimana setiap tenaga kerja beraksi terhadap seluruh badan kerja yang ada.
Pendapat ini dapat dimengerti karena pada kenyataannya orang bekerja senantiasa karena terdorong oleh berbagai kebutuhan dan tujuan yang berbeda antara satu dengan yang lain.
3. Upaya Pembinaan Disiplin Kerja
Pembinaan disiplin kerja adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi, guna menumbuhkan dan mengembangkan ketertiban agar pegawai mematuhi semua peraturan, system dan prosedur yang berlaku.
Disiplin kerja pegawai diharapkan terus dibina dan ditegakkan. Sasaran pembinaan disiplin adalah semua orang yang dalam organisasi agar mereka mematuhi semua rambu-rambu peraturan, system dan prosedur yang sudah ditentukan ( Saydam, 1997:204). Secara umum tujuan utama pembinaan disiplin kerja adalah demi kelangsungan organisasi sesuai baik ini maupun hari esok (Sastrohadiwiryo, 2003:296). Pembinaan disiplin dapat dilakukan melalui beberapa hal sebagai berikut :
a. Penciptaan peraturan-peraturan dan tata terib yang harus dilaksanakan
b. Menciptakan dan memberi sangsi bagi pelanggar disiplin
c. Melakukan pembinaan disiplin melalui pelatihan kedisiplinan yang terus menerus.
Ditambahkan oleh Hasibuan (2002:194), bahwa pada dasarnya hanya indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, di antaranya : tujuan dan kemampuan, teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, waskat, sanksi hukuman, ketegasan dan hubungan kemanusian. Pendapat senada dikemukakan oleh Nitisemito (1992:122) bahwa perlu juga diperhatikan beberapa hal yang dapat menunjang kedisiplinan, yaitu : Ketegasan dalam pelaksanaan kedisiplinan, kedisiplinan perlu dipartisipasikan harus menunjang tujuan dan sesuai dengan kemampuan, keteladanan pimpinan, kesejahteraan dan ancaman.
Dalam hubungan ini, langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan disiplin kerja dalam organisasi atau instansi adalah sebagai berikut :
1. Menetapkan falsafah organisasi, peraturan serta berbagai petunjuk pelaksanaan yang memadai anggota secara professional.
2. Mengembangkan tujuan dan kegiatan organisasi secara realistis.
3. Mengembangkan iklim yang sesuai dengan fisik organisasi dan menyesuaikan dengan kultur masyarakat. (Zarfiel Tafal, 1996:14).
Lepas dari apa yang dikemukakan di atas dalam usaha untuk meningkatkan disiplin agar tercapai daya guna dan hasil guna organisasi perlu adanya keteladanan pimpinan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Alex S. Nitisemito, (1992:206) bahwa “ Keteladanan pimpinan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menegakkan disiplin, sehingga untuk itu keteladanan pimpinan harus diperhatikan “. Teladan pimpinan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menegakkan disiplin sebab pimpinan adalah pola anutan dan sorotan dari bawahannya.
Dengan demikian bila suatu instansi ingin menekan disiplin hendaknya diusahakan agar pimpinan terlebih dahulu dapat mendisiplinkan diri sendiri sebelum atau mengharapkan adanya disiplin dari bawahannya. Dengan teladan yang demikian maka dapat diharapkan pegawai bawahannya dapat berdisiplin tanpa dibuat-buat.
Namun uraian ini tidak mengesampingkan bahwa adanya pegawai yang mempunyai kemandirian dalam berdisiplin yang tumbuh tanpa terpengaruh terhadap lingkungan dimana ia bekerja artinya disiplin yang timbul dari dalam diri seseorang tidak karena dipaksa ataupun karena terpengaruh atas prilaku pimpinan maupun teman sekerjanya.
Dengan adanya disiplin yang tinggi membawa dampak positif diberbagai aspek. Sehingga disiplin perlu terus menerus dibina dan dikembangkan melalui berbagai daya dan upaya.
Uraian tersebut di atas memberikan pemahaman secara teoritis tentang disiplin kerja. Berikut ini akan diuraikan beberapa hal yang sifatnya praktis menurut Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, tentang Disiplin Kerja Pegawai Sipil .
4. Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil
Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaa tugas dalam usaha mencapai tujuan nasional diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil dalam unsur Aparatur Negara. Abdi Negara dan Abdi Masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdayaguna, berhasil guna, bersih bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.
Untuk membina Pegawai Negeri Sipil yang demikian itu telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Sebagai berikut :
1. Mengingat dan mentaati sumpah/janji pegawai negeri sipil dan sumpah/janji jabatan berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Menyimpan rahasia negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya.
3. Mempertahankan dan melaksanakan segala ketentuan pemerintah baik yang langsung menyangkut tugas kedinasan maupun yang berlangsung secara umum.
4. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sabaik-baiknya dan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab.
5. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan negara.
6. Memelihara dan menciptakan keutuhan, kekompakan, persatuan kesatuan korps Pegawai Negeri Sipil.
7. Mentaati ketentuan jam kerja.
8. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik.
9. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya.
10. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugas masing-masing.
11. Bertindak dan bersikap tegas tetap adil , bijaksana terhadap bawahannya.
12. Membimbing bawahan dalam melaksanakan tugasnya.
13. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya.
14. Mendorong bawahan untuk meningkatkan prestasi kerja.
15. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan kerjanya.
16. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan.
17. Berpakaian rapih dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesame pegawai negeri sipil dan kepada atasan.
18. Hormat menghormati antara sesama warga negara yang memeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang MahaaEsa yang berlainan.
19. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang.
20. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat.
a). Larangan Setiap Pegawai Negeri Sipil.
1. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehaormatan dan martabat Negara, pemerintah atau pegawai negeri sipil.
2. Menyalagunakan wewenang.
3. Tanpa ijin pemerintah menjadi pegawai negeri atau bekerja untuk negara lain.
4. Menyalagunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik Negara secara tidak sah.
5. Memiliki menjual, membeli mengabaikan, menyewakan dan meminjamkan barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik Negara secara tidak sah.
6. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan atau orang lain maupun diluar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain secara langsung atau tidak langsung merugikan negara.
7. Melakukan tindakan yang bersikap negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain didalam maupun diluar lingkungan kerja.
8. Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit suatu pihak yang dilayani.
9. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia negara yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.
10. Melakukan kegiatan usaha dengan baik secara resmi maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan dan komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat pembinaan golongan ruang IV/a ke atas yang memangku jabatan eselon I.
11. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi golongan atau pihak lain.

b). Sanksi terhadap Pegawai Negeri Sipil.
Selanjutnya peraturan pemerintah No. 30 Tahun 1980 mengatur secara tegas bahwa setiap Pegawai Negeri Sipil yang tidak mentaati kewajiban dan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan 3 dikenakan pelanggaran disiplin dan dijatuhi hukuman oleh pejabat yang berwenang menghukum.
Pelanggaran disiplin dimaksud pada hakekatnya dapat berupa ucapan tulisan atau perbuatan pegawai negeri sipil :
a. Ucapan adalah tiap-tiap ucapan yang diucapkan dihadapan atau dapat didengar orang lain, seperti dalam rapat, ceramah, diskusi, melalui telepon, radio, televisi, rekaman atau alat komunikasi lainnya.
b. Tulisan adalah pernyataan pikiran dan atau peraturan secara tertulis baik dalam gambar, karikatur, coretan dan lain-lain yang serupa dengan itu.
c. Perbuatan adalah setiap tingkah laku sikap atau tindakan.
Adapun tingkat dan jenis hukuman disiplin dimaksud. Hukuman disiplin sesuai pasal 6 PP No. 30/1980 meliputi :
1. Hukuman disiplin ringan berupa teguran lisan, teguran tertulis dan pernyataan tidak puas secara tertulis.
2. Hukuman disiplin sedang.
a. Penundaan gaji berkala, minimum 3 bulan dan maksimum 1 tahun.
b. Penundaaan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala, maksimum 1 tahun.
c. Penundaan kenaikan pangkat, minimum 6 bulan dan maksimum 1 tahun.
3. Hukuman disiplin berat.
a. Penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah, minimum 6 bulan, maksimum 1 tahun.
b. Pembebasan dari jabatan.
c. Pemberhentian dengan hormat atas permintaan sendiri sebagai pegawai negeri sipil.
d. Pemberhentian dengan tidak hormat sebagai pegawai negeri sipil .
Memahami disiplin harus dalam konteks bahwa disiplin adalah sesuatu yang berkembang. Disiplin tidak datang begitu saja, ia tumbuh dan ditumbuhkan, dituangkan dan dipelihara untuk itu diperlukan wadah dan prasarana.

Pengertian Efektivitas Pelaksanaan Tugas Pegawai.

Sebagaimana umumnya bahwa tujuan setiap organisasi, baik organisasi publik maupun swasta akan dapat tercapai dengan baik apabila pegawai dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan efisien. Oleh karena itu untuk meningkatkan kemampuan kerja (produktivitas) para pegawai, organisasi harus menjalankan usaha-usaha pengembangan pegawai. Jadi pengembangan pegawai adalah untuk memperbaiki efektivitas kerja pegawai dalam mencapai hasil-hasil kerja yang ditetapkan. Perbaikan efektivitas kerja pegawai dalam mencapai hasil-hasil kerja yang ditetapkan. Perbaikan efektivitas kerja dapat dilakukan dengan memperbaiki pengetahuan, ketrampilan maupun sikap pegawai itu sendiri terhadap tugas-tugasnya ( Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan, 1983:67-71).
Dari pada itu baru diuji sebenarnya untuk manajemen yang baik adalah kemampuan organisasi dan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia dalam tugas untuk mencapai dan memiliki sesuatu tingkat efektivitas, ( Richard M.Steers, 1983:1).
Menurut Kamarudin (1982:2) mengatakan bahwa efektivitas kerja adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan di atas kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan lebih dahulu.
Jadi efektivitas pada dasarnya adalah ketepatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian tugas sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Sehubungan dengan itu, (Muhammad As’ad 1984:112) mengatakan bahwa pelaksanaan pekerjaan dikatakan efektivitas apabila mampu merealisasikan sasaran-sasaran pekerjaan. Wujud dari efektivitas adalah tumbuhnya kemahiran kerja dan kuantitatif secara kualitas hasil kerja.
Menurut The Liang Gie (1982:108) Efektivitas adalah suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya sesuatu efek atau akibat yang dikehendaki kalau seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud tertentu yang memang dikehendakinya maka orang itu dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki.
Selanjutnya menurut (H.Emerson, 1983:16), efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah dicapai sesuai dalam rencana pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya adalah efektivitas. Sebaliknya bila tujuan dan sasaran tidak dapat dicapai pada waktunya maka dapat dikatakan bahwa pekerjaan itu tidak efektivitas.
Suatu pekerjaan pemerintah sekalipun tidak efisien dalam arti input atau output, tetapi tercapainya tujuan itu adalah efektivitas sebab mempunyai efek dan pengaruh yang besar terhadap kepentingan bersama.
Sondang P. Siagian (1982:171), apabila seseorang berbicara tentang efektivitas sebagai orientasi kerja berarti apa yang menjadi sasaran yang telah ditentukan dapat dicapai tepat pada waktunya yang sudah dialokasikan untuk berbagai kegiatan. Artinya jumlah dan jenis sumber-sumber itulah maka hasil-hasil tertentu harus dicapai dalam waktu yang telah ditetapkan.
Jadi efektivitas kerja pada dasarnya adalah ketepatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian tugas-tugas menurut waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian ukuran efektivitas dalam suatu organisasi bukan ukuran kuantitaf. Sejalan dengan konsep di atas Michael mengemukakan “ Efektivitas kerja bukan suatu ukuran kuantitatif efisiensi, tetapi lebih merupakan kualitatif ” atau efektivitas kerja adalah tingkat prestasi organisasi dalam mencapai tujuannya atau sejauh mana tujuan yang diciptakan dapat tercapai.
Mengenai hal ini H. Emerson dalam Soewarno Handoyoningrat (1985:16) mengemukakan bahwa efektivitas berarti pengukuran dalam arti tercapainya sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.
Berpedoman pada pendapat-pendapat yang tertera di atas maka dapat dipandang bahwa efektivitas kerja merupakan suatu pengukuran terhadap keberhasilan pekerjaan yang dicapai dengan prestasi, mutu hasil kerja dan ketetapan waktu dalam proses organisasi yang didasarkan dan berorientasi pada orang-orang yang ada didalamnya menyangkut efektivitas pekerjaan yang dilaksanakan.
Dalam kaitan dengan pencapaian tersebut, Hidayat (1986:22) berpendapat bahwa “Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, waktu) yang telah dicapai”.
Sehubungan dengan ukuran tersebut di atas maka S.P Siagian (1982) mengemukakan 4 buah ukuran untuk mengukur efektivitas kerja yaitu :
1. Ukuran waktu yaitu berapa lama seseorang yang membutuhkan jasa tertentu untuk memperolehnya.
2. Ukuran harga dalam arti seberapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh jasa yang dibutuhkan.
3. Ukuran nilai-nilai social dalam arti penghasilan jasa menyampaikan produknya kepada kleinnya.
4. Ukuran ketelitian yang menunjukan apakah jasa yang diberikan akurat atau tidak.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan efektivitas kerja pegawai adalah keadaan maupun berhasilnya suatu pekerjaan yang dilakukan oleh manusia untuk memberikan hasil guna yang diharapkan dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan untuk mencapai apa yang diharapkan itu membutuhkan peralatan yang memadai bagi kelancaran pelaksanaan tugas.
Adapun yang dimaksud dengan efektivitas pelaksanaan tugas adalah kemampuan para pegawai pada satu organisasi atau instansi dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas pekerjaan yang diembannya bersesuaian dengan ketentuan jadwal atau rencana kerja dan prosedur kerja yang telah ditetapkan sebelumnya. Pekerjaan yang dilaksanakan dan sesuai oleh para pegawai pada umumnya dalam suatu kantor atau instansi pemerintah antara lain berupa penyelenggara tata usaha, kepegawaian, keuangan, perpustakaan sarana peralatan penelitian dan lain sebagainya.
Bila memahami pengertian konsep efektivitas pelaksanaan tugas di atas maka pada intinya mempunyai kesamaan pengertian dengan konsep efektivitas kerja, yakni pelaksanaan dan penyelesaian pekerjaan tepat pada waktunya yang telah ditentukan (The Liang Gie, 1996:1), atau menurut Soewarno Handayaninggrat, (1997:16). Efektivitas kerja adalah kemampuan berhasilnya suatu kerja yang dilakukan manusia untuk memberikan hasil yang diharapkan.
Hal yang sama ditandaskan pula oleh Shester I. Bernard (1999:27) bahwa efektivitas kerja adalah pencapaian sarana yang telah disepakati atas usaha bersama. Tingkat pencapaian sasaran menurutnya adalah tingkat efektivitas.
Apabila seseorang berbicara tentang efektivitas sebagai orientasi kerja, berarti yang menjadi sorotan perhatian adalah tercapainya berbagai sasaran yang telah ditentukan tepat pada waktunya dengan menggunakan sumber-sumber tertentu yang sudah dialokasikan untuk mencapai kegiatan tersebut. Artinya jumlah jenis sumber-sumber yang sudah digunakan harus ditentukan sebelumnya dan dengan memanfaatkan sumber-sumber itulah maka hasil-hasil tertentu harus dicapai dalam waktu yang telah ditetapkan pula (S.P.Siagian 2002:171).
Efektivitas kerja merupakan nilai dan keadaan yang ingin dicapai atau diwujudkan dalam setiap organisasi, tetapi tidak hanya organisasi swasta tetapi juga organisasi pemerintah melalui efektivitas kerja maka setiap organisasi dapat mempertahankan eksistensinya dengan melancarkan operasi-operasinya.
Sejalan dengan hal ini, maka Richard Steer (1998:1) mengatakan bahwa batu uji yang sebenarnya untuk menajemen yang baik adalah kemampuan organisasi dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia dalam tugas untuk mencapai dan memelihara suatu tingkat operasi yang efektivitas.
Wujud dari efektifitas pelaksanaan pekerjaan adalah timbulnya kemahiran kerja dan kuantitas serta kualitas hasil kerja. Suatu organisasi tidak akan mewujudkan efektivitas dalam mencapai tujuan bila tidak ditunjang dengan perlengkapan yang lengkap serta kemampuan dan ketrampilan dari pada pelaksanaan dalam mengorganisasikan peralatan tersebut.
Efektivitas pelaksanaan tugas (efektivitas kerja) dalam suatu organisasi diukur melalui :
Pertama : Ukuran waktu yaitu beberapa lama seseorang membutuhkan waktu tertentu untuk menyelesaikan pekerjaan.
Kedua : Ukuran-ukuran yaitu seberapa besar biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Ketiga : Ukuran nilai-nilai sosial budaya dalam pengertian cara penyampaian pelayanan kepada klien.
Keempat : Ukuran ketelitian yang menunjukan apakah pelayanan yang diberikan akurat atau tidak (S.P Siagian) 1992:10) pada bagian lain S.P. Siagian (1992:136) mengatakan pula bahwa disamping ukuran-ukuran yang lain, efektivitas pelaksanaan tugas dapat diukur pula melalui ukuran-ukuran sebagai berikut :
1 : Ukuran yang berkaitan dengan sumberdaya manusia seperti perilaku tenaga kerja, semangat dan kegairahan kerja.
2 : Ukuran yang berkaitan dengan sarana dan prasarana dalam pengertian kemampuan memanfaatkan berbagai peralatan dan fasilitas yang tersedia.
3 : Ukuran yang berkaitan dengan sarana dan prasarana dalam pengertian kemampuan memanfaatkan berbagai dengan dan prasarana dalam pengertian kemampuan memanfaatkan berbagai peralatan dan fasilitas yang tersedia.

HUBUNGAN ANTARA DISIPLIN KERJA DENGAN EFEKTIVITAS PELAKSANAAN TUGAS.

Telah dijelaskan bahwa pada hakekatnya Disiplin adalah ketaatan, sikap kelakuan, sikap hormat yang nampak sesuai dengan tata aturan yang diberlakukan dalam suatu organisasi. Apakah tata aturan itu hasil berdebatan secara bebas atau perlakuan tanpa didiskusikan terlebih dahulu, apakah tata aturan itu tertulis atau secara diam-diam. Sedangkan efektivitas pelaksanaan tugas adalah penyelesaian tugas pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Kedua konsep tersebut pada dasarnya memiliki hubungan secara teoritis. Dikatakan demikian karena tidak mungkin suatu pekerjaan akan diselesaikan tepat pada waktunya bilamana para pegawai tidak memiliki ketaatan terhadap berbagai aturan organisasi.
Aturan-aturan tersebut berhubungan dengan jam kantor, jadwal pelaksanaan tugas, pemakaian sarana dan prasarana yang tersedia dalam organisasi dan lain sebagainya. Hubungan antara disiplin kerja dengan efektivitas kerja adalah suatu bentuk ketaatan terhadap aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang telah ditetapkan .

INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen yang digunakan dalam penelitan ini adalah sebagai berikut :
1. Daftar Pertanyaan Tertutup.
Daftar pertanyaan tertutup merupakan seperangkat pertanyaan yang disampaikan kepada responden untuk dijawab dengan cara memilih salah satu jawaban dari beberapa alternatif jawaban yang telah disediakan.
2. Observasi Tidak Terlihat.
Instrumen jenis ini digunakan untuk mengetahui situasi atau keadaan dari objek penelitian.

TAHAPAN PENGUMPULAN DATA

Untuk menguji hipotesis yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu penulis memerlukan data. Oleh karena itu pengumpulan data dilakukan melalui penelitian lapangan dengan mewancarai cara respondensi yang terdiri dari pegawai pada instansi tersebut. Disamping itu dilakukan pula penelitian kepustakaan dengan maksud mancari informasi tertulis dan konsep-konsep lainnya melalui buku, dokumen-dokumen resmi dan hasil- hasil penelitian yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam penelitian ini.
Bersumber dari kerangka teoritis dan angggapan dasar yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
Diduga bahwa ada hubungan yang signifikan antara disiplin kerja dengan efektifitas pelaksanaan tugas pegawai.
1. Disiplin Kerja (Variable Bebas - X).
Variabel ini diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagai berikut :
a. Ketaatan pegawai pada jam masuk dan pulang kantor
b. Ketaatan pegawai terhadap tugas yang diberikan
c. Ketaatan pegawai pada semua ketentuan yang berlaku
d. Tanggung jawab pegawai terhadap pekerjaan yang dilakukan.
2. Efektifitas Pelaksanaan Tugas Pegawai (Variabel Terikat - Y).
Variabel ini diukur dengan menggunakan indikator-indikator sebagi berikut:
a. Pelaksanaan tugas sesuai dengan bidang tugas.
b. Penyelesaian pekerjaan sesuai dengan waktu.
c. Kepuasaan terhadap hasil kerja yang dicapai.
d. Mutu dari hasil kerja yang dicapai.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nourma Mahmud
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 36 Tahun
Tempat tanggal lahir : Manado, 10 Juni 1972
Pekerjaan : PNS Pada Kantor UPT. Loka Konservasi Biota Laut LIPI - Bitung.
Alamat : Wangurer lingk. II Rt 08. Bitung Timur.
E mail : nourmam@yahoo.co.id
Telepon : 0483 – 38323/ 085256638777.


PENDIDIKAN FORMAL

1980 – 1986 Sekolah Dasar Negeri LIX Manado
1986 – 1989 Sekolah Menengah Pertama Manado.
1989 – 1992 Sekolah Menengah Ekonomi Atas Manado

PENDIDIKAN NONFORMAL

2004 Mengikuti Pelatihan Cara Kerja Pembuatan Aplikasi SPM.
2005 Mengikuti Pendidikan Pelatihan Bendahara Pengeluaran.
2006 Mengikuti Pelatihan Cara Kerja Pembuataan Aplikasi RKKL.

PENGALAMAN

Tahun 2000 Menjadi Bendahara Proyek Pembuatan Talud
Tahun 2003 Sampai Dengan Tahun 2007 menjadi Bendahara Pengeluaran.

Memang dalam kerja sama kelompok faktor manusia sering mengganggu disiplin sehingga timbul konflik. Kalau sudah demikian maka kerja sama itu akan rusak dan kelompok tidak dapat bertahan. Dengan segala upaya (yang halal) haruslah diusahakan teguhnya disiplin dalam kelompok keberhasilan kelompok itu.
Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Goderen S. Watkins dalam A.S Moenir (1987:47), mengenai disiplin ialah dalam pengertian yang utuh menunjukkan suatu keadaan atau sikap pada pegawai yang berkenaan dengan aturan di dalam pengaturan perusahaan.
Dengan demikian makin jelas apa dan bagaimana disiplin itu dalam organisasi secara keseluruhan. Disiplin adalah ketaatan terhadap peraturan. Sifat taat terhadap aturan memang menjadi dasar dari disiplin. Tidak peduli baik atau tidaknya aturan itu. Oleh karena itu sering orang menjuluki “Disiplin Mati” terhadap seseorang yang demikian taat terhadap suatu aturan atau perintah tanpa penilaian atauran atau perintah itu berakibat baik atau sebaliknya (A.S. Moenir).
Memang itulah yang disebut berdiplin, disiplin tidak ada kaitannya dengan nilai dari pada yang dicapai oleh suatu aturan. Memang orang perlu mengetahui dengan jelas suatu aturan dimana ia terlibat di dalamnya agar supaya dalam melakukan peraturan itu kesadaran sifat disiplin, sadar atas apa yang dilakukannya. Dengan kesadaran dalam menjalankan aturan itu maka ketaatan itu tidaklah merupakan Disiplin Mati sesungguhnya lebih ditujukan terhadap ketaatan yang tidak disertai dengan kesadaran bukan kepada sifat disiplinnya itu sendiri.
Lebih lanjut dikatakan A.S Moenir (1987 : 181-182) bahwa pada dasarnya dalam hal disiplin apapun juga objeknya terdapat 3 (tiga) factor yang berfungsi menumbuhkan yang selanjutnya memlihara disiplin itu ialah kesadaran, keteladanan dan adanya ketaatan pengaruh pengaturan (Law Enforcement).
Kesadaran jelas merupakan factor utama, sedangkan keteladanan dan ketaatan pengaturan merupakan penyerta dan penguat terhadap factor utama tersebut. Teladan dan ketaatan pengaturan tidak akan mampu bertahan tanpa dilandasi oleh kesadaran, maka keteladanan dan ketaatan pengaturan akan memperkuat sikap displin seseorang.
Faktor keteladanan mendahului factor ketaatan pengaturan sebab meskipin ada ketaatan pengeluaran tetapi tanpa ada keteladanan, jelas itupun tidak akan bertahan terhadap waktu. Sebaliknya akan terjadi keteladanan yang berjalan secara terus menerus akan membawa pada sikap dan kebiasaan berdisiplin dan bersamaan dengan itu makin mengurangi factor pelaksanaan berdasarkan aturan semata-mata. Jadi dalam hal disiplin factor keteladanan dan ketaatan pengaturan adalah pengutamaan dari sistem pendekatan secara psykologis dan pendekatan secara formal.
Pendekatan secara formal material memang perlu setelah lebih dahulu dilakukan pendekatan psykologis, pemberian contoh teladan, pemberian nasehat dan usaha sejenis itu kemudian ternyata tidak dapat merubah sikap sehingga berdisiplin maka barulah kepada yang bersangkutan diperlukan aturan organisasi sampai pada terakhir ialah pemberhentian (A.S. Moenir, (87 : 183).
Selanjutnya bagaimana mewujudkan disiplin yang baik dalam suatu organisasi, oleh Odway Tead dijelaskan bahwa disiplin yang baik dapat diujudkan dan dijamin melalui peraturan yang baik dan mewujudkan melalui peraturan :
1. Sedapat mungkin terperinci dan terpisah
2. Cukup singkat dan sederhana
3. Sedapat mungkin jelas hubungan dengan adanya sangksi atau hukum
Peraturan-peraturan sejogyanya dapat diketahui secara luas oleh pegawai melalui buku pedoaman, surat edaran yang sudah ditempel dipapan pengumuman penjelasan secara lisan kepada pegawai-pegawai baru dan cara-cara lain yang sejenisnya (Odway Tead, dan AS. Moenir, 1987 :183).
Jenis disiplin yang kedua ialah disiplin terhadap peraturan disiplin ini mengharuskan orang mengikuti dengan ketat perbuatan atau langkah tertentu dalam perbuatan agar dapat mencapai atau menghasilkan sesuatu sesuai standar.
Keharusan harus diikuti dengan ketat langkah atau perbuatan oleh karena langkah atau perbuatan menentukan berhasil tidaknya sesuatu. Langkah atau perbuatan yang ada dibidang cara atau tata kerja sedang teknik operasional disebut metode (A.S. Moenir, 1987 : 184).
Prosedur menurut George R. Terry ialah urutan langkah pekerjaan ketrampilan yang berkaitan satu sama lain dilakukan oleh lebih dari satu orang pekerja yang membentuk cara-cara pencapaian tujuan secara bertahap dari suatu kegiatan ( A.S. Moenir, 487 : 184)
Perlu kiranya diketahui bahwa prosedur itu dapat mempunyai efek hukum yaitu menentukan tidaknya suatu perbuatan dari seseorang. Oleh karena itu jika seseorang ingin agar langkah dan perbuatannya adalah sah maka ia wajib mengikuti prosedur dengan kata lain ia harus disiplin terhadap prosedur.
Dibidang teknik operasional metode menentukan hasil perubahan. Kesalahan dalam pemakaian metode dapat mengakibatkan hasil perbuatan tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan atau dengan kata lain terjadi kegagalan. Di lapangan pekerjaan yang bersifat teknis selalu dan pasti pada metode yang sudah ditetapkan. Disiplin dalam mengikuti metode merupakan keharusan dalam pekerjaan operasional. Mengenai metode ini George R. Terry memberikan pembahasan sebagai berikut “ Istilah metode menunjukan sesuatu cara pelaksanaan pekerjaan dari suatu tugas yang terdiri atas satu atau lebih kegiatan ketrampilan oleh seseorang pegawai (A.S. Moenir, 1987:185).
Adapun hubungan antara prosedur dan metode dijelaskan oleh George R. Terry bahwa serangkaian metode yang dihimpun (Comulative dan terpadu) menjadi prosedur ( A.S. Moenir, 1987 : 185).
Untuk itulah dalam memahami disiplin harus dalam konteks bahwa disiplin adalah sesuatu yang berkembang. Disiplin tidak datang begitu saja ,ia tumbuh dan ditumbuhkan, dikembangkan, dimatangkan dan dipelihara. Untuk itu maka diperlukan wadah dan sarana yang tepat. Disiplin dapat diberi arti beragam namun sering dikacaukan dengan sanksi atau hukum. Sehingga orang terkena hukuman sering disebut dengan dikenakan tindakan disiplin atau didisiplinkan. Jadi disiplin adalah cara masyarakat mendidik perilaku dan moral yang dapat di terima (Zarfiel Tafah, 1990 : 13).
Jadi jelasnya disiplin perlu ditumbuhkan dalam wadah dan sarana serta harus ada tokoh tertentu. Karena itu untuk mencapai suatu tujuan maka tokoh, wadah dan sarana tersebut sangat berperan aktif bila perlu diadakan suatu tindakan disiplinisasi. Tokoh, wadah dan sarana yang dimaksud disini adalah sudah tentu ulama untuk wadah yang agamais sifatnya, guru untuk mendidik pendidikan, tokoh masyarakat untuk masyarakatnya, orang tua mendidik anak dalam lingkungan keluarganya termasuk unsur pimpinan di kantor dan didalam upaya untuk melaksanakan salah satu fungsi manajemen di dalam meningkatkan disiplin kerja pegawai sebagai salah satu langkah yang tepat mencapai tujuan organisasi.
Dalam kaitannya dengan perlu tindakan disiplin dalam suatu organisasi. Hani handoko (1985:154), mengatakan bahwa disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasi.
Dari pada itu baru diuji sebenarnya untuk manajemen yang baik adalah kemampuan organisasi dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia dalam tugas untuk mencapai dan memiliki sesuatu tingkat efektif ( Richard M. Steers,1983 :1).
Menurut Kamarudin ( 1982 : 2 ) mengatakan bahwa efektifitas kerja adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan di atas kegiatan manjemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan lebih dahulu.
· Jadi efektifitas pada dasarnya adalah ketepatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian tugas sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sehubungan dengan itu Muhammad As’ad (1984 : 112) mengatakan bahwa pelaksanaan pekerjaan dikatakan efektifitas apabila mampu merealisasikan saran-saran pekerjaan. Wujud dari efektifitas adalah timbulnya kemahiran kerja kuantitatif dan secara kualitas hasil kerja.
Menurut H. Emerson efektifitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah dicapai sesuai dengan rencana pada waktu yang telah tentukan sebelumnya adalah efektif. Sebaliknya bila tujuan dan sasaran tidak dapat dicapai waktunya, maka dikatakan bahwa pekerjaan itu tidak efektif ( Soewa Handayaningrat, 1983 : 16).
Apabila seseorang berbicara tentang efektifitas sebagai orientasi kerja berarti apa yang menjadi sasaran yang telah ditentukan dapat dicapai tepat pada waktunya yang sudah dialokasikan untuk berbagai kegiatan artinya jumlah dan jenis sumber-sumber itulah maka hasil tertentu harus dicapai dengan waktu telah ditetapkan (S.P Siagian, 1983 : 171).
Jadi efektivitas kerja pada dasarnya adalah ketepatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian tugas-tugas menurut waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian ukuran efektifitas dalam suatu organisasikan bukan ukuran kuantitaf. Sejalan dengan konsep di atas Michael mengemukakan “ Efektivitas kerja bukan suatu ukuran kualitatif efisien, tetapi lebih merupakan kualitatif “ atau efektifitas kerja adalah tingkat prestasi organisasi dalam mencapai tujuannya, artinya sejauh mana tujuan yang ditetapkan dapat dicapai (S.P. Siagian, 1983 : 2 )

B. ANGGARAN DASAR
Berdasarkan kerangka teori yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu maka berikut ini akan dirumuskan beberapa kerangka dasar sebagai berikut :
1. Disiplin mencerminkan ketaatan dan ketepatan suatu aturan.
2. Efektifitas adalah suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki.
dibutuhkan sejumlah data yang menyangkut kedua variabel penelitian ini. Data tersebut kemudian akan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua variabel pokok tersebut.
Namun sebelum dilakukan analisis terhadap data hasil penelitian lapangan, berikut ini dikemukakan pedoman analisis sebagai berikut :
a. Pertanyaan – pertanyaan yang ditanyakan kepada responden memiliki tiga kategori jawaban dimana setiap kategori diberi bobot nilai tertentu sebagai berikut :
1. Bagi responden yang memilih katagori jawaban A diberi bobot nilai 3 ( tiga ).
2. Bagi responden yang memilih kategori jawaban B diberi bobot nilai 2 ( dua ).
3. Bagi responden yang memilih kategori jawaban C diberi bobot nilai 1 ( satu ).
b. Bobot nilai yang diperoleh dari setiap responden diberi jawaban – jawaban yang diberikan baik untuk variabel bebas ( X) maupun variabel terikat ( Y ) kemudian dijumlahkan.
c. Hasil penjumlahan tersebut kemudian dimasukan dalam tabel kerja Korelasi Product Moment.
d. Nilai – nilai yang terdapat dalam tabel kerja tersebut kemudian dimasukan dalam rumus korelasi product moment person untuk mengetahui hubungan antara dua variabel penelitian.
e. Selanjutnya untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat keterhubungan akan digunakan ukuran sabagai berikut :
1. 0.00 – 0.199 korelasi yang sangat rendah
2. 0.20 – 0.399 korelasi yang rendah
3. 0.40 – 0.599 korelasi yang sedang
4. 0.60 – 0.700 korelasi yang kuat
0.80 – 1.000 korelasi yang sang……………………………………… 35

2 komentar:

Anonim mengatakan...

wah saya ngak mau nanggapi tulisan ibu neh yang saya mau tanggapi tulisan ibu tentang hanny ruru, sanggat disayangkan ibu bisa berkomentar seperti itu karena saya adalah salah satu korban hanny, sekedar ibu tahu hanny ruru yang ibu sanjung itu merupakan seorang sex's mania. jangan jangan ibu??????? pernahkah ibu yang saya lihat orang berpendidikan ini memikirkan bagaimana jika menjadi seperti saya

Admin mengatakan...

Di sini Saya belum bisa berkoment lebih